It is Simple, It is so Beautifull

Tanti

“Dengan kasih Tuhan, AAT peduli akan pendidikan anak-anak yang tidak mampu.”

Sebaris kalimat itu tidak bisa dihilangkan dalam pikiran saya dan membuat saya hingga saat ini bertahan bersama AAT. Menjadi relawan sekaligus penerima beasiswa AAT adalah hal yang luar biasa untuk saya. Saya bangga menjadi bagian dari Anak-anak Terang.

Perkenalkan, nama saya Tanti Kusumawati. Saya adalah seorang mahasiswi di Universitas Atma Jaya Yogyakarta Fakultas Ekonomi dan saya adalah bagian dari karya pelayanan Anak-Anak Terang.

Perasaan haru selalu menyelimuti hati saya. Tidak jarang, setiap hari setetes air mata selalu menyelimuti wajah yang penuh pengharapan ini. Merasakan betapa bahagia mengenal dan menjadi bagian Anak-Anak Terang.

Dengan AAT, saya bisa belajar banyak hal. Saya menjadi lebih sadar bahwa belajar itu bukan hanya dengan orang tua, bukan hanya dengan orang yang banyak gelar dinamanya, dan bukan hanya dengan motivator handal.

Tiga Rantai Yang Tidak Terputuskan

It is simple, it is so beautifull …

Hanya di AAT hal seperti itu akan didapat. Kita belajar bersama orang yang usianya jauh di bawah kita. Kita belajar bersama orang yang usianya sama dengan kita dan kita belajar bersama orang yang usianya jauh di atas kita. Ini adalah tiga rantai yang tak terputuskan di AAT, rantai khas AAT.

Mengapa?

Belajar bersama orang yang usianya jauh di bawah kita, kadang membuat saya malu dan membuat saya kagum. Hal itu saya dapatkan saat kami, para relawan AAT datang ke sekolah-sekolah untuk melakukan survei dan wawancara anak asuh. Saat itu posisi kami adalah sebagai tokoh yang luar biasa untuk anak-anak SD, SMP, SMA/SMK, karena setahu mereka kami adalah pahlawan untuk mereka dan keluarganya (menurut cerita dari calon anak asuh). Tapi, saat wawancara berlangsung, saya merasa menjadi orang yang paling berdosa.

Saat wawancara calon anak asuh, ada seorang anak asuh yang bercerita bahwa ia membawa uang saku Rp12.000,00. Untuk transportasi pulang pergi ke sekolah Rp10.000,00 dan harus berangkat setengah 6 pagi dari rumah untuk naik bus dan harus oper untuk bisa sampai ke sekolahan. Dan saat saya bertanya, dia hanya menjawab, “Bisa sekolah sudah luar biasa, Mbak. Tidak usah menuntut yang lain-lain yang penting setelah lulus nanti saya bisa kerja dan membantu orang tua.” Status dia saat itu adalah murid yang mendapatkan peringkat 1 di SMK Putra Nusantara Magelang.

Saat itu saya hanya bisa diam, kagum mendengarnya, dan mata sudah mulai berkaca-kaca teringat kejadian semalam ketika menghubungi ibu untuk minta kenaikan uang saku dan mengeluh karena jalan kaki untuk pergi ke kampus. Yang jarak kos ke kampus hanya 17 menit jika di tempuh dengan jalan kaki. Dalam hati saya, “Oh Tuhan, maafkan saya…” Saya merasa sangat berdosa pada ibu.

Saya mendapatkan pelajaran dari orang yang seusia ketika berinterkasi dengan teman-teman sesama anak asuh perguruan tinggi dan teman-teman relawan AAT. Kita memiliki kesibukan yang sama, yaitu sebagai mahasiswa dan sebagai relawan di AAT. Saya kagum ketika melihat seorang relawan yang tidak mendapatkan imbalan apapun di AAT dapat bekerja dengan penuh cinta dan pengorbanan. Tak jarang, mereka harus hujan-hujanan untuk pergi survei ke sekolah-sekolah, mengerjakan tugas-tugas AAT di sela kesibukannya sebagai seorang mahasiswa, menjalankan kewajibannya sebagai Pendamping Komunitas (PK) AAT di sela jam istirahat mereka, dan mempromosikan AAT ke sana ke mari supaya banyak donatur, serta menyisihkan uang saku untuk mengurangi biaya operasional AAT.

Ya. Orang-orang hebat dapat saya kenal di sini. Meskipun kadang merasa lelah, tetapi relawan yang bukan anak asuh membangkitkan semangat saya. Yang seperti ini yang kadang membuat saya malu. Mereka yang tidak mendapatkan apa-apa saja bisa seperti ini, kenapa saya yang mendapatkan bantuan biaya kuliah dari AAT justru tidak bisa seperti mereka?

Di AAT saya juga belajar bersama orang yang usianya jauh di atas kita. Untuk hal di sini saya mendapatkan pelajaran karena keberadaan donatur yang rela dan senang hati membantu kami, anak asuh AAT untuk tetap bisa sekolah. Walaupun donatur memiliki kesibukan dan kebutuhan hidup, tetapi tetap bisa membantu kami yang mungkin tidak beliau kenal. Bekerja pagi hingga malam menyisihkan uangnya untuk didonasikan ke Anak-anak Terang, supaya anak asuh AAT bisa tetap sekolah. Begitupun dengan semua pengurus yayasan AAT Indonesia yang luar biasa, yang membimbing kita para relawan, memberikan perhatian kepada kami anak asuh dengan rela mengorbankan waktu disela kesibukannya belajar dan bekerja hingga mengorbankan biaya untuk membuat kami senang. Mereka juga memberikan arahan serta memberikan motivasi yang membangun untuk kami para relawan Anak-anak Terang.

Terima kasih adik, teman, romo, suster, bapak dan ibu yang menjadi bagian karya pelayanan Anak-Anak Terang yang telah membuat saya menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Saya bangga mengenal dan ada bersama kalian.

 

Tanti Kusumawati*
Koordinator AAT Sekretariat Yogyakarta

*Tanti merupakan mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Tanti adalah salah satu anak asuh AAT yang juga menjadi koordinator AAT Sekretariat Yogyakarta.

 

Scan the QR Code

 


Tinggalkan pesan/komentar