It is Simple, It is so Beautifull

March 28th, 2015 Anak Anak Terang post in Kategori Gaya Hidup, Kabar, Kejadian, Kisah Relawan, TLKM | No Comments » |

Tanti

“Dengan kasih Tuhan, AAT peduli akan pendidikan anak-anak yang tidak mampu.”

Sebaris kalimat itu tidak bisa dihilangkan dalam pikiran saya dan membuat saya hingga saat ini bertahan bersama AAT. Menjadi relawan sekaligus penerima beasiswa AAT adalah hal yang luar biasa untuk saya. Saya bangga menjadi bagian dari Anak-anak Terang.

Perkenalkan, nama saya Tanti Kusumawati. Saya adalah seorang mahasiswi di Universitas Atma Jaya Yogyakarta Fakultas Ekonomi dan saya adalah bagian dari karya pelayanan Anak-Anak Terang.

Perasaan haru selalu menyelimuti hati saya. Tidak jarang, setiap hari setetes air mata selalu menyelimuti wajah yang penuh pengharapan ini. Merasakan betapa bahagia mengenal dan menjadi bagian Anak-Anak Terang.

Dengan AAT, saya bisa belajar banyak hal. Saya menjadi lebih sadar bahwa belajar itu bukan hanya dengan orang tua, bukan hanya dengan orang yang banyak gelar dinamanya, dan bukan hanya dengan motivator handal.

Tiga Rantai Yang Tidak Terputuskan

It is simple, it is so beautifull …

Hanya di AAT hal seperti itu akan didapat. Kita belajar bersama orang yang usianya jauh di bawah kita. Kita belajar bersama orang yang usianya sama dengan kita dan kita belajar bersama orang yang usianya jauh di atas kita. Ini adalah tiga rantai yang tak terputuskan di AAT, rantai khas AAT.

Mengapa?

Belajar bersama orang yang usianya jauh di bawah kita, kadang membuat saya malu dan membuat saya kagum. Hal itu saya dapatkan saat kami, para relawan AAT datang ke sekolah-sekolah untuk melakukan survei dan wawancara anak asuh. Saat itu posisi kami adalah sebagai tokoh yang luar biasa untuk anak-anak SD, SMP, SMA/SMK, karena setahu mereka kami adalah pahlawan untuk mereka dan keluarganya (menurut cerita dari calon anak asuh). Tapi, saat wawancara berlangsung, saya merasa menjadi orang yang paling berdosa.

Saat wawancara calon anak asuh, ada seorang anak asuh yang bercerita bahwa ia membawa uang saku Rp12.000,00. Untuk transportasi pulang pergi ke sekolah Rp10.000,00 dan harus berangkat setengah 6 pagi dari rumah untuk naik bus dan harus oper untuk bisa sampai ke sekolahan. Dan saat saya bertanya, dia hanya menjawab, “Bisa sekolah sudah luar biasa, Mbak. Tidak usah menuntut yang lain-lain yang penting setelah lulus nanti saya bisa kerja dan membantu orang tua.” Status dia saat itu adalah murid yang mendapatkan peringkat 1 di SMK Putra Nusantara Magelang.

Saat itu saya hanya bisa diam, kagum mendengarnya, dan mata sudah mulai berkaca-kaca teringat kejadian semalam ketika menghubungi ibu untuk minta kenaikan uang saku dan mengeluh karena jalan kaki untuk pergi ke kampus. Yang jarak kos ke kampus hanya 17 menit jika di tempuh dengan jalan kaki. Dalam hati saya, “Oh Tuhan, maafkan saya…” Saya merasa sangat berdosa pada ibu.

Saya mendapatkan pelajaran dari orang yang seusia ketika berinterkasi dengan teman-teman sesama anak asuh perguruan tinggi dan teman-teman relawan AAT. Kita memiliki kesibukan yang sama, yaitu sebagai mahasiswa dan sebagai relawan di AAT. Saya kagum ketika melihat seorang relawan yang tidak mendapatkan imbalan apapun di AAT dapat bekerja dengan penuh cinta dan pengorbanan. Tak jarang, mereka harus hujan-hujanan untuk pergi survei ke sekolah-sekolah, mengerjakan tugas-tugas AAT di sela kesibukannya sebagai seorang mahasiswa, menjalankan kewajibannya sebagai Pendamping Komunitas (PK) AAT di sela jam istirahat mereka, dan mempromosikan AAT ke sana ke mari supaya banyak donatur, serta menyisihkan uang saku untuk mengurangi biaya operasional AAT.

Ya. Orang-orang hebat dapat saya kenal di sini. Meskipun kadang merasa lelah, tetapi relawan yang bukan anak asuh membangkitkan semangat saya. Yang seperti ini yang kadang membuat saya malu. Mereka yang tidak mendapatkan apa-apa saja bisa seperti ini, kenapa saya yang mendapatkan bantuan biaya kuliah dari AAT justru tidak bisa seperti mereka?

Di AAT saya juga belajar bersama orang yang usianya jauh di atas kita. Untuk hal di sini saya mendapatkan pelajaran karena keberadaan donatur yang rela dan senang hati membantu kami, anak asuh AAT untuk tetap bisa sekolah. Walaupun donatur memiliki kesibukan dan kebutuhan hidup, tetapi tetap bisa membantu kami yang mungkin tidak beliau kenal. Bekerja pagi hingga malam menyisihkan uangnya untuk didonasikan ke Anak-anak Terang, supaya anak asuh AAT bisa tetap sekolah. Begitupun dengan semua pengurus yayasan AAT Indonesia yang luar biasa, yang membimbing kita para relawan, memberikan perhatian kepada kami anak asuh dengan rela mengorbankan waktu disela kesibukannya belajar dan bekerja hingga mengorbankan biaya untuk membuat kami senang. Mereka juga memberikan arahan serta memberikan motivasi yang membangun untuk kami para relawan Anak-anak Terang.

Terima kasih adik, teman, romo, suster, bapak dan ibu yang menjadi bagian karya pelayanan Anak-Anak Terang yang telah membuat saya menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Saya bangga mengenal dan ada bersama kalian.

 

Tanti Kusumawati*
Koordinator AAT Sekretariat Yogyakarta

*Tanti merupakan mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Tanti adalah salah satu anak asuh AAT yang juga menjadi koordinator AAT Sekretariat Yogyakarta.

 

Scan the QR Code

 


Akhirnya Mimpi Saya menjadi Nyata

March 24th, 2015 Anak Anak Terang post in Kategori AAT Madiun, Gaya Hidup, Kabar, Kejadian, Kisah Relawan, Tiara Riszky Ananda, TLKM | No Comments » |

Tiara AAT

NAMA SAYA Tiara Riszky Ananda, kelahiran Madiun 17 Maret 1993. Saya merupakan salah satu anak asuh Perguruan Tinggi AAT dari Universitas Katolik Widya Mandala Madiun yang baru saja lulus dan diwisuda. Saya bergabung dengan AAT dan dibantu para bapak/ibu donatur AAT sejak 24 Agustus 2013. Saat itu saya sedang belajar di Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi semester V.

Sejak 24 Agustus 2013, saya juga dipercayai untuk menjadi Koordinator AAT Madiun selama satu periode, yaitu pada tahun 2013-2014. Bersama dengan teman-teman pendamping komunitas sekretariat AAT Madiun, kami mengelola sekretariat AAT Madiun dengan ratusan anak asuh yang tersebar di sekolah/komunitas Se-Eks Karesidenan Madiun. Dalam mengelola beasiswa, kami juga didampingi para pendamping rohani, yaitu Br. Yakobus CSA, Br. Alex CSA, dan Br. Neri CSA, serta Bapak Bernadus Widodo M.Pd. selaku penanggungjawab sekretariat AAT Madiun. Kemudian, pada tanggal 21 September 2014, saat Rapat Pengurus Yayasan AAT Indonesia, saya dipercayai kembali untuk menjadi Koordinator Nasional Relawan AAT untuk tahun ajaran 2014-2015.

Mimpi saya untuk menyelesaikan pendidikan S1 Akuntansi sebelum waktunya, yaitu dengan 3,5 tahun adalah mimpi saya sejak awal masuk perkuliahan. Saya ingin segera meringankan beban kedua orang tua saya dan segera bekerja. Untuk mencapai keinginan saya itu, setiap semesternya saya berusaha untuk mendapatkan IPK di atas 3,00. Dengan begitu, saya bisa mengambil mata kuliah di atas tingkatan saya. Tidak hanya hardskill saja yang saya tekuni, tetapi di Widya Mandala Madiun saya juga belajar untuk melatih softskill saya.

Dan pada 28 Februari 2015, doa saya terjawab. Saya berhasil menyelesaikan kuliah S1 saya dengan masa studi 3,5 tahun dan berhasil menyandang gelar Sarjana Ekonomi. Terimakasih kepada para sahabat AAT yang telah membantu biaya kuliah saya. Berkat bantuan dari Bapak/Ibu Donatur AAT, saya bisa melanjutkan dan menyelesaikan kuliah saya sebelum waktunya. Terima kasih untuk dukungan semangat dan doa yang telah diberikan para sahabat AAT. Terimakasih untuk pendampingan yang diberikan kepada saya selama ini. Terima kasih atas pengalaman dan kesempatan yang luar biasa yang telah diberikan kepada saya untuk menjadi salah satu Anak Asuh AAT, menjadi Pendamping Komunitas, menjadi Koordinator AAT Madiun, menjadi Koordinator Nasional Relawan AAT, dan menjadi bagian dari keluarga besar AAT.

Untuk kedepannya, saya ingin menyisihkan sebagian penghasilan saya untuk membantu adik-adik asuh di AAT, sesuai dengan visi Beasiswa PT dari AAT, yaitu Pay it Forward! Harapan saya, makin banyak anak-anak SD, SMP, SMA/SMK, dan mahasiswa yang dapat dibantu oleh AAT.

Untuk 46 Anak Asuh AAT tingkat perguruan tinggi yang lainnya, tetap semangat untuk menyelesaikan kuliah, ya. Kejar semua cita-cita yang kalian inginkan dan yakinlah semua akan bisa tercapai dengan kerja keras dan doa tentunya. Tangan Tuhan tidak akan bekerja jika tangan manusia tidak bekerja. Just do it and do your best!

Terima kasih AAT.

 

Tiara Riszky Ananda
Koordinator Relawan AAT Nasional
 
Scan the QR Code
 

Bersyukur Menjadi Bagian dari AAT

March 20th, 2015 Anak Anak Terang post in Kategori AAT Madiun, Gaya Hidup, Kabar, Kejadian, Kisah Relawan, TLKM, Yeni Puspitasari | No Comments » |

Profile

NAMA SAYA YENI PUSPITASARI. Saya biasanya akrab dipanggil Yeni. Saya lahir di kota Nganjuk, Jawa Timur pada tanggal 13 September 1993. Saya anak pertama dari dua bersaudara. Adik saya perempuan. Jarak usia kami terpaut cukup jauh, yakni 9 tahun. Orang tua saya bekerja sebagai buruh pabrik di Sidoarjo.

Sejak kecil, saya diasuh dan dibesarkan oleh nenek di kota Madiun. Orang tua saya harus pergi karena pekerjaan. Saya diasuh oleh nenek, karena kedua orang tua harus bekerja dan saat itu tidak mampu membayar babysitter untuk mengasuh saya. Alhasil, saya diasuh dan dibesarkan di desa bersama nenek hingga sekarang ini. Adik saya tinggal bersama orang tua di Sidoarjo, sedangkan saya memilih untuk tetap tinggal di Madiun bersama nenek, karena nenek tinggal di rumah sendirian. Tidak sampai hati rasanya jika harus meninggalkan seorang nenek yang sudah merawat saya sejak kecil tinggal di rumah seorang diri.

Masa Sekolah

Memasuki usia sekolah, mulanya saya bersekolah di TK Dharma Wanita Ngadirejo. Saat itu saya baru berusia 5 tahun. Namun, nenek sudah memasukkan saya ke sekolah. Lalu, saya bersekolah di SDN Ngadirejo 02. Kebetulan TK dan SD berada dalam satu lokasi yang sama dan lokasi sekolah tidak terlalu jauh dengan tempat tinggal saya, kira-kira 15 menit jika ditempuh dengan jalan kaki. Kemudian, saya bersekolah di SMPN 1 Wonoasri. Jarak sekolah dengan rumah saya lumayan jauh, sekitar 5 km.

Saat diumumkan kelulusan SMP dan dinyatakan lulus, saya mulai bimbang akan kemanakah saya melanjutkan sekolah. Saya benar-benar bingung antara SMA atau SMK. Saya berpikir, jika sekolah di SMA berarti harus kuliah, sedangkan biaya kuliah sangatlah mahal. Akhirnya, saya mendaftarkan diri ke sekolah swasta, yaitu SMK PGRI Wonoasri dan mengambil jurusan Akuntansi.

Sekolah tersebut terletak di tengah kota Caruban. Jarak sekolah dan tempat tinggal saya sekitar 11 km. Untunglah saat itu saya ada teman untuk berangkat dan pulang sekolah, sehingga bisa sedikit meringankan biaya untuk membeli bensin. Seminggu sekali, kami bergantian untuk mengisi bensin.

Waktu sekolah dulu, saya bersama sahabat saya pernah berjualan kacang bawang. Tiap pulang sekolah kami membuat kacang bawang dan besoknya kami titipkan ke warung-warung. Selain itu, saya juga berjualan pulsa untuk tambahan uang saku, karena jika mengandalkan uang saku dari orang tua sangatlah tidak cukup.

Kelas XI saatnya melakukan Pendidikan Sistem Ganda (PSG). Saya bersama ketiga teman mencari tempat untuk melakukan praktek. Hingga akhirnya, kami berempat diterima PSG di PLN Madiun selama 2 bulan. Dalam waktu 2 bulan saya mendapatkan banyak sekali pengalaman, dari mengarsipan data, entri data tusbung, melayani pelanggan, dll.

Masa SMA pun segera berakhir. Sambil menunggu ijazah keluar, saya mencoba melamar pekerjaan di sebuah toko pusat oleh-oleh yang berada di kawasan Madiun. Saya diterima di sana dan kontrak awal selama 3 bulan. Awalnya, saya merasa tidak sanggup bekerja selama 10 jam per hari, tapi saya berusaha memberi semangat pada diri saya bahwa saya pasti bisa.

Satu bulan saya bekerja, ayah saya menyuruh saya untuk melanjutkan pendidikan lagi. Akhirnya, saya menyetujuinya dan ayah mengusahakan untuk mencarikan biaya pendaftaran. Saya pun konsultasi dengan guru BK SMK. Menurut beliau, kampus Widya Mandala (WIMA) Madiun adalah kampus yang cukup baik. Akhirnya, saya memutuskan untuk mendaftarkan diri di kampus UNIKA Widya Mandala Madiun dan mengambil program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Kedua orangtua saya awalnya tidak setuju kalau saya kuliah di situ. Mereka ingin saya kuliah di perguruan tinggi lain yang ada di Madiun, tetapi saya tetap ingin kuliah di WIMA Madiun.

Awal Mengenal AAT

Jalan Tuhan memang indah. Jika saat itu saya ikut saran orangtua untuk kuliah di universitas lain, mungkin sekarang saya tidak akan mengenal AAT. Saya baru sadar mengapa saat itu saya bersikeras ingin kuliah di Wima, yaitu karena Tuhan punya rencana yang indah buat saya. Hingga akhirnya, saya bisa mengenal yayasan yang begitu hebat, Yayasan AAT Indonesia.

Pagi itu, tanggal 26 Agustus 2013 adalah hari di mana saya pertama kali mengenal Anak-anak Terang (AAT). Awalnya, saya ke kampus hanya untuk mengerjakan tugas, tetapi mendengar bahwa ada sosialisasi beasiswa AAT, saya dan teman saya Mbak Rike tertarik untuk mengikuti sosialisasi mengenal beasiswa AAT.

Sebelumnya, saya sudah mendengar ada pengajuan beasiswa dan mahasiswa yang lolos seleksi beasiswa tersebut akan menjadi staf administrasi dan tugasnya adalah mengurus beasiswa untuk anak SD, SMP, dan SMA. Saya tidak mengajukan beasiswa AAT, karena pada saat itu saya sudah mendapat beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM).

Beberapa teman mengatakan bahwa tidak hanya yang penerima beasiswa AAT saja yang bisa mengurus beasiswa untuk SD, SMP, dan SMA, tetapi yang tidak menerima beasiswa AAT pun boleh membantu. Mendengar hal seperti itu saya tertarik untuk ikut bergabung menjadi relawan AAT.

Saat memasuki ruangan tersebut, saya berkenalan dengan Mbak Chika dan Mbak Alma yang saat itu menjadi koordinator nasional. Saat Mbak Chika menanyakan apakah sudah membuka situs web AAT, saya jawab belum. Karena saat itu yang saya tahu beasiswa AAT memberikan beasiswa kepada SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Saya belum melangkah lebih jauh sampai membuka website-nya AAT. Setelah Mbak Alma, Mbak Chika, Pak Christ, dan Pak Hadi menjelaskan kepada semua audience yang hadir, saya baru paham apa itu Beasiswa AAT.

Dari penjelasan mereka dan dari tanya jawab, saya semakin yakin untuk ikut bergabung menjadi relawan AAT, karena kegiatan di AAT sangat positif.

Bersyukur Menjadi Bagian dari AAT

Setelah resmi bergabung bersama AAT, saya mulai mendapatkan teman-teman baru yang awalnya belum saya kenal. Mereka semua baik dan kami saling bekerja sama, saling membantu, dan saling memberikan semangat. Menjadi staf administrasi AAT, saya belajar bagaimana input data anak asuh di SIANAS (Sistem informasi Anak Asuh), bagaimana mengirim bukti transfer dan kuitansi setiap bulannya kepada donatur, dan bagaimana mengirim rapor anak asuh untuk donatur.

 

Survei ke sekolah penerima Beasiswa AAT

Survei ke sekolah penerima Beasiswa AAT

Saat survei, saya mendapatkan pengalaman yang luar biasa. Pengalaman ini tidak pernah saya dapatkan sebelumnya. Ketika wawancara, saya mendengar cerita langsung dari calon anak asuh. Saya merasa sangat bersyukur atas kehidupan saya. Saya sadar, ternyata banyak sekali adik-adik di luar sana yang tidak seberuntung saya. Cerita dan perjuangan mereka semakin membuat saya bersyukur dan bersemangat untuk meraih cita-cita saya, untuk terus membantu sesama, dan terus melakukan yang terbaik untuk orang-orang disekeliling saya dan tentunya untuk AAT.

Menjadi Anak Asuh AAT

Tahun ajaran 2014/2015, saya sudah tidak mendapatkan beasiswa BBM lagi. Orang tua saya juga mulai cemas memikirkan biaya kuliah. Akhirnya, saat di buka pendaftaran beasiswa AAT, saya mencoba untuk mendaftarkan diri.

Saya mengikuti prosedurnya dan melengkapi persyaratan yang telah ditentukan. Alhamdulilah, Allah mendengar doa saya. Saya mendapat beasiswa AAT. Saya sangat bersyukur kepada Allah, karena saya bisa mendapatkan beasiswa lagi. Sehingga, bisa meringankan beban orang tua.

Di AAT ini, saya banyak sekali mendapatkan pengalaman yang berharga. AAT tidak hanya sekedar memberikan beasiswa, tetapi juga pendampingan dan pengembangan diri saya. Contohnya saja saat menjual cinderamata AAT, mental harus kuat karena harus menawarkannya kepada orang-orang. Dari situ juga saya belajar ilmu marketing, bagaimana supaya merchandise AAT bisa terjual.

Tidak hanya itu, saya juga berlatih berbicara di depan umum, contohnya saja saat presentasi tentang AAT dan mengenalkan AAT kepada masyarakat. Dan yang tidak kalah penting adalah saya menjadi lebih bersyukur dengan hidup yang telah Tuhan berikan kepada saya. Itu semua menjadikan pribadi dan karakter saya menjadi lebih baik.

Terima kasih kepada Yayasan AAT Indonesia dan bapak ibu donatur yang telah membiayai kuliah saya. Semoga kebaikan bapak/ibu donatur di balas oleh Allah SWT. AAT adalah yayasan yang begitu hebat dan di dalamnya terdapat orang-orang yang hebat pula.

 

Yeni Puspitasari
Staf Administrasi AAT Sekretariat Madiun

*Yeni adalah salah satu Staf Administrasi AAT Madiun sekaligus anak asuh AAT Tingkat Perguruan Tinggi. Merupakan mahasiswa Universitas Katolik Widya Mandala Madiun, angkatan 2011.

 

Scan the QR Code

 


Who is Sonny Hidayat by wordle

December 30th, 2010 Sonny Hidayat post in Kategori Gaya Hidup | No Comments » |

Sonny Hidayat by wordle


Akhirnya : my new born baby !!!!!

July 5th, 2010 Sonny Hidayat post in Kategori Gaya Hidup | 8 Komentar » |

Akhirnya ….

My baby akhirnya lahir (kembali) juga, setelah menunggu beberapa lama akhirnya datang juga. Memang sih lahirnya prematur keduluan sekitar 69 tahun. 69 tahun? Iya karena aslinya bayi yang ini lahir di tahun 1941 an. Sekarang setelah diresto disana sini akhirnya my baby lahir kembali dengan warna kulit hijau army. Hampir semua body berbalut hijau, kecuali saluran pembuangan dan engine saja.

Dahulu waktu lahir memang seharusnya dia dipersiapkan untuk berperang sehingga warna keseluruhan hijau (non metalik), dan karena kakaknya sudah bertransformasi ke non militer, maka sang adik sekarang harus kembali ke penampilan aslinya hijau garang.
Tetap menggunakan shockbreker khusus di bagian depan, dan rigid di belakang, saat ini my new born baby sudah siap untuk mulai merangkak dan menjelajahi seisi kota. Meskipun KTP-nya sedang dipersiapkan dan mungkin dalam 2 minggun ini KTP resmi kelahirannya juga sudah selesai.

Berbeda dengan kakak-kakaknya yang berbalut hijau kecoklatan (BSA M21) serta hitam pekat (BMW R25/2) dengan eye candy dimana-mana, sang adik karena dipersiapkan untuk menjelajah kemana-mana maka semua eye candy akan di-strip off. Kakaknya yang BMW dengan kapasitas mesin yang lebih kecil, serta kakaknya BSA M21 dengan mesin yang lebih besar, akan bertugas menjelajahi kota-kota, sedang si adik yang disiapkan untuk berperang akan menembus area-area yang susah.

Di hari lahir si adik ini pula sang kakak BSA M21 juga akhirnya rela untuk memberikan aksesoris karet emblem samping untuk si adik, tapi kakak juga akhirnya mendapatkan emblemnya sendiri dengan logo BSA baru untuk tangkinya, bahkan pernapasan si kakak akhirnya juga mendapatkan karburator baru (1941) setelah selama ini menggunakan karburator BSA 56.

Sekarang new baby born sedang berlatih berjalan-jalan sehingga nanti kalau harus merambah daerah yang susah bisa dengan cepat belajar.

Seri foto untuk new baby born bisa diliat di http://album.sonnyhidayat.net/thumbnails.php?album=15
Sedang untuk kakaknya (BSA M21) dapat diliat di http://album.sonnyhidayat.net/thumbnails.php?album=12
Untuk kakak tertua (BMW R25/2) dapat diliat di http://album.sonnyhidayat.net/thumbnails.php?album=8

Yang rukun ya nak   🙂