April 26th, 2010 Sonny Hidayat post in Kategori Gaya Hidup, Linux | No Comments » |
July 2nd, 2009 Sonny Hidayat post in Kategori Gaya Hidup, Linux | No Comments » |
Pada waktu dahulu sekali aku mulai menggunakan Unix like (termasuk Linux sebagai turunannya) sekitar delapan tahun yang lalu, dimana Linux distribusi masih belum se GUI (Graphical User Interface) sekarang, ada beberapa pilihan untuk melakukan instalasi software atau aplikasi ke dalam sistem operasi Linux box.
Pada saat itu RedHat (si topi miring) dan Mandrake (plus beberapa Linux box lain semisal SuSe or Slackware) mempergunakan paket installer dalam bentuk .rpm atau kalau malah aplikasinya butuh kastemisasi lanjut maka lebih disukai menggunakan tarball (source code installer) untuk melakukan instalasi secara utuh. Jika sudah menggunakan desktop GUI, maka .rpm akan menjadi pilihan utama (dengan apa yang terjadi di belakang layar cukup gelap, karena user -mungkin- tidak tahu pasti dimana letak file-file installer ini akan diletakkan). Secara prinsip Linux box memang masih butuh expertise khusus pada waktu itu.
Dengan menggunakan tarball, ada beberapa langkah manual yang harus dilakukan untuk meyakinkan bahwa aplikasi jadi akan ‘selalu’ sesuai dengan konfigurasi Linux box kita. Langkah paling terkenal adalah ;
./configure
./make
./make install
dan selanjutnya kita tahu pasti dimana file-file kita akan berada dan harus juga melakukan setting konfigurasi lanjut supaya aplikasi dapat mulai kita gunakan.
Saat ini dimana hampir semua Linux distribusi sudah menggunakan GUI tingkat lanjut (Gnome dan KDE), maka .rpm dan .deb via GUI sudah menjadi pilihan utama dengan kelebihan file instalasi berada cukup mudah untuk dilakukan trace back.
Hampir tidak ada aplikasi tambahan Linux box yang tidak dapat diinstall menggunakan GUI + installer (.rpm dan .deb) sehingga tarball saat ini sudah semakin tidak populer. (Taspi meski demikian aku masih belum juga menemukan paket .rpm atau .deb untuk Apache+PHP yang langsung support koneksi ke Oracle, jadi untuk PHP koneksi Oracle aku masih harus compile tarball juga).
Debian (.deb) sebagai paket instalasi turunan dari Linux distribusi Debian Core, secara perlahan tapi pasti mulai menjadi pilihan karena saat ini Ubuntu (termasuk Blankon) dan Debian Core merangsek menjadi pilihan primer Linux box selain OpenSuse, Fedora atau Centos.
Kalau dilihat sekilas pertambahan manusia yang murtad dari Windows/Mac menuju ke Linux box aku perkirakan sebanyak 3.700 OS per hari ke RPM popular based (Fedora, OpenSuse, Centos) dan sekitar 4.100 OS ke RPM Debian Based (mostly Ubuntu dan Debian). Semuanya berharap tidak lagi menyentuh instalasi tarball (dan kemungkinan dapat terpenuhi).
Pengalaman konversi Windows XP menjadi latest OpenSuse dan Ubuntu memang semudah mengkonversi dari Windows XP ke Vista, dengan keindahan grafis yang tidak kalah dengan Vista dan MacBook Air. Semua instalasi dengan menggunakan GUI, semua koleksi aplikasi sudah tersedia secara utuh dalam repository masing-masing. Kesulitan yang terjadi kemungkinan akan terjadi kalau kita memang ‘sangat suka’ untuk melakukan bongkar pasang aplikasi baru. Dan beberapa aplikasi old fashioned yang tidak termaintain mengharuskan kita untuk balik lagi ke tarball.
Jadi, kalau sudah tertarik untuk mengkonversi ke Linux box, tentukan pilihan dahulu…
Seperti fotografer memilik kamera, mau menggunakan mashab Canon atau Nikon ?
Kita mau memilih ke mana RPM atau Debian based ?
Keduanya sama mudahnya, keduanya sama indahnya, dan keduanya sama murahnya…..
May 24th, 2009 Sonny Hidayat post in Kategori Gaya Hidup, Linux | No Comments » |
[taken from http://arstechnica.com/open-source/news/2009/02/ubuntu-910-is-named-karmic-koala-will-eat-tasty-eucalyptus.ars]
Ubuntu founder Mark Shuttleworth revealed plans Friday for Ubuntu 9.10, which will be codenamed Karmic Koala. The developers plan to bring cloud capabilities to Ubuntu’s server edition, boost startup performance on the desktop, and continue work on the distro’s netbook flavor.
Ubuntu adheres to a time-based six-month release cycle. The next major release—version 9.04, codenamed Jaunty Jackalope—is moving towards feature freeze and is scheduled for launch in April. Ubuntu 9.10, which will be the next release after Jaunty, is planned for October.
The Ubuntu server edition, which was initially launched in 2005, has been steadily gaining ground in the enterprise, but still lags in adoption behind competing offerings from Red Hat and Novell. Canonical, the company behind Ubuntu, has been investing considerable effort into making Ubuntu a first-class server distro. During the development cycle for Karmic, Canonical aims to strengthen the server edition by introducing enhanced support for cloud computing.
One plan is to create a set of standard Ubuntu server Amazon Machine Image (AMI) profiles that will provide a starting point for creating specialized images. This will help to simplify deployment of Ubuntu on Amazon’s EC2 platform. The developers also intend to integrate support for Eucalyptus, an open source framework for implementing a self-hosted elastic computing cluster. The Eucalyptus project, which is developed by UCSB, will enable organizations to get many of the advantages of elastic computing in their own data centers, including the ability to scale down power consumption when load is low.
“A savvy Koala knows that the best way to conserve energy is to go to sleep, and these days even servers can suspend and resume, so imagine if we could make it possible to build a cloud computing facility that drops its energy use virtually to zero by napping in the midday heat, and waking up when there’s work to be done,” Shuttleworth wrote in a mailing list post. “No need to drink at the energy fountain when there’s nothing going on. If we get all of this right, our Koala will help take the edge off the bear market.”
Desktop and netbook plans
On the desktop, boot performance and beautification will be an area of focus. The target boot time for Jaunty is 25 seconds, and Shuttleworth believes that this can be improved further for Karmic. He also wants to explore ways to bring a smoother, flicker-free startup animation, potentially by adopting Red Hat’s Plymouth framework. We could also finally see the inclusion of Ubuntu’s experimental face browser login screen.
Canonical has been investing a lot in design and usability, both upstream and in the distro. Shuttleworth hints that Ubuntu might go beyond brown and get a new look for Karmic, but we are skeptical after hearing this for the past three development cycles.
The netbook remix is another area where the Ubuntu developers intend to continue pushing forward with improvements. They will be integrating features from Intel’s Moblin platform in order to improve performance on Atom-based devices.
Planning for the Karmic release will take place at the next Ubuntu Developer Summit (UDS) which will take place in Barcelona in May. For additional details about the event, check out Ubuntu community manager Jono Bacon’s blog entry.
April 20th, 2009 Sonny Hidayat post in Kategori Gaya Hidup, Linux | 1 Komentar » |
Sambil menunggu siap ndak nya http://foss-id.web.id untuk menghosting Jaunty, aku sedang menghitung mundur dari Intrepid ke Jaunty.
Biasanya, release baru – akan aku download paling cepat seminggu setelah rilis resmi nya untuk menghindari sibuk jaringan, plus siapa tahu sudah ada patching baru dalam seminggu, untuk fix broken holes.
April 17th, 2009 Sonny Hidayat post in Kategori Gaya Hidup, Linux | 3 Komentar » |
Dengan kondisi dimana dana pengeluaran harian semakin banyak, maka persiapan anggaran untuk membeli Operating System (plus turunannnya) akan semakin menipis.
Melihat perkembangan teknologi dan kesiapan Operating System alternatif Microsoft Windows yang ada :
Maka sebagai main daily basis OS yang aku pakai sekarang adalah Ubuntu Intrepid (8.10) karena alasan-alasan
Dan menyambung alternatif pengganti di Ubuntu Intrepid untuk aplikasi yang doooolooooo-nya sering digunakan di Windows, maka aplikasi yang paling banyak membantu (berdasarkan jasanya yang paling besar) untuk bekerja di lingkungan Linux ini adalah :
Jadi akhirnya semua aplikasi pengganti sudah utuh dan no need lagi switch to Windows, berkat Ubuntu Intrepid GPL (Gak pake Lincense)